Minggu, 26 Januari 2014






PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI WARGA KOMUNITAS
( Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat )







Oleh :
Indah Ayu Dianti                    1214131048
Iqbal Lazuardi P                     1214131050
Julaily Eka Saputra                 1214131052
Linda Soina F.H                     1214131056
Riki Misgiantoro                     1214131084








JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG






PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI WARGA KOMUNITAS


1.      Membangun Kesadaran Kritis Warga Komuniti

Istilah community atau yang disebut komunitas dapat di terjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah kota, suku, atau suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa dan saling berinteraksi satu sama lain sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama secara bersama, maka kelompok tersebut  dapat disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial atau social relationship (Soekanto, soerjono.1990).
Pengertian diatas menunjukkan bahwa komunitas adalah masyarakat setempat. Oleh karena itu membangun kesadaran kritis warga komuniti merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan karena dengan adanya kesadaran kritis tersebut maka masyarakat dapat menilai baik buruknya suatu program pengembangan masyarakat yang akan dilaksanakan di daerah atau tempat masyarakat tersebut. Dengan adanya kesadaran kritis yang baik maka akan memunculkan suatu sikap partisipatif yang lebih besar dari masyarakat tersebut sehingga suatu program pengembangan masyarakat akan lebih mudah diterapkan. 

2.      Pemberdayaan dan Partisipasi

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” yaitu pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi dimaksudkan untuk menjamin setiap kebijakan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi masyarakat (Firmansyah, 2009).
Partisipasi dan pemberdayaan merupakan kedua hal yang saling terkait satu sama lain dalam suatu program pengembangun masyarakat. Jika partisipasi masyarakat dapat berjalan dengan baik maka program-program pemberdayaan pun akan berjalan dengan baik karena pada dasarnya partisipasi adalah kunci dari pemberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional dengan melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, keterampilan analitis dan perencanaan pembangunan, yang dimulai dari daerah tempat mereka tinggal. Pemberdayaan yang baik melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Pendekatan kepada masyarakat yang dilakukan untuk menginisiasi program pemberdayaan masyarakat haruslah disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Hal yang harus disesuaikan antara lain mencakup komoditas utama yang ada pada daerah target pemberdayaan, serta penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang sesuai. Kesesuaian dengan kondisi daerah, baik sesuai dengan kebutuhan maupun dengan keunggulan dari masing-masing daerah adalah sangatlah penting untuk menciptakan program pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan.
Namun, yang terjadi saat ini adalah timbulnya beberapa permasalahan yang disebabkan karena kurangnya partisipasi masyarakat dalam program yang akan dijalankan. Banyak program yang seolah-olah berasal dari “atas” dan masyarakat hanya tinggal melaksanakan. Selain itu, proses penentuan kebutuhan atau “need assesment” hanya dilakukan berdasarkan data sekunder, tanpa mengetahui kondisi sebenarnya yang seharusnya dilakukan melalui riset lapangan atau wawancara kepada masyarakat sekitar. Sehingga menyebabkan timbulnya kesenjangan antara peneliti, pemrakarsa dan pelaksana program. Dan akibatnya program yang harusnya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui keikutsertaan dan partisipasi tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Berkaitan dengan penerapan teknologi ramah lingkungan dan tepat guna, sangat penting untuk mendapat perhatian lebih lanjut. Pengenalan kondisi masyarakat dan kebutuhannya dapat dilakukan dengan cara mengunjungi langsung wilayah yang akan diberdayakan, mencari tahu permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat dengan wawancara atau berdiskusi dengan masyarakat setempat. Selain itu alangkah baiknya jika melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, mulai dari survey awal sampai perencanaan dan pengorganisasian kegiatan program. Dengan demikian, selain program yang dijalankan akan lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan  juga akan meningkatkan kemampuan analitis dan perencanaan program oleh masyarakat. Serta, secara bertahap ketergantungan pada pihak luar di masa yang akan datang dapat dikurangi (Anonim a, 2013).

3.      Upaya-upaya Pemberdayaan

Gerakan pemberdayaan (empowerment) atau yang biasa disebut upaya pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan), dari tahu menjadi mau (aspek sikap), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek ketrampilan).
Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan. Dalam melaksanakan gerakan pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan kondisi, situasi, khususnya mengenai sosial budaya masyarakat setempat serta karateristik masyarakat setempat yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)    Masyarakat pembina (Caring Community)
Yaitu masyarakat yang peduli akan pengembangan masyarakat misalnya  LSM dan sebagainya.
b)      Masyarakat setara (Coping Community)
Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat menjalankan ilmu yang diterima dari pengembangan masyarakat. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya memeriksakan kehamilan, tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak adanya transportasi ibu tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan.
c)      Masyarakat pemula (Crisis Response Community)
Yaitu masyarakat yang tidak tahu akan pentingnya pengembangan masyarakat dan belum didukung oleh fasilitas yang tersedia. Misalnya masyarakat dilingkungan kumuh dan daerah terpencil
Cara pendekatan gerakan pemberdayaan masyarakat terbagi dua :
a)   Makro:
1)      Membangun komitmen disetiap jenjang
2)      Mengembangkan masyarakat (critical mass)
3)      Menyediakan petujuk pelaksnaan dan biaya operasional
4)      Monitoring dan evaluasi serta koordinasi
b)   Mikro :
1)      Menggali potensi yang belum disadari masyarakat. Potensi dapat muncul dari adanya kebutuhan masyarakat yang diperoleh melalui pengarahan, pemberian masukan, dialog, kerjasama dan pendelegasian.
2)      Membuat model model percontohan dan prototipe pengembangan masyarakat, seperti menerapkan pendekatan edukatif dan manajemen
3)      Beberapa tolok ukur keberhasilan gerakan masyarakat dapat disebutkan antara lain : peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kampanye kesehatan oleh masyarakat dan peningkatan dana sehat /JPKM (Wahyudin, Bambang. 2012).

4.      Kelompok Sosial sebagai Media Pemberdayaan

Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling berinteraksi. Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.   Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2.   Ada kesamaan faktor yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan antara mereka bartambah erat. Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain
a)   Persamaan nasib
b)   Persamaan kepentingan
c)   Persamaan tujuan
d)  Persamaan ideologi politik
e)   Persamaan musuh (Omika, Hefri Asra. 2012).
Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa pemberdayaan masyarakat dengan kelompok sosial adalah lebih efisien daripada harus dilakukan perseorangan. Hal ini dikarenakan kelompok sosial memiliki kekerabatan yang lebih erat dan kesamaan-kesamaan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah diterapkan, karena masing-masing anggota kelompok dapat saling mempengaruhi satu sama lain.
Contoh kelompok sosial sebagai media pemberdayaan:
1.      Pemberdayaan Keluarga
Tujuan dilakukannya pemberdayaan pada keluarga adalah untuk memperkenalkan perilaku baru (yang mungkin sebagai pengganti dari perilaku yang selama ini dipraktikkan keluarga tersebut). Misalnya dalam bidang kesehatan yaitu petugas memberitahu mengonsumsi garam beryodium, memelihara taman obat keluarga,menguras bak mandi, dan mengonsumsi makanan berserat.
Pada saat kunjungan rumah ini semua anggota keluarga dikumpulkan dan diberikan informasi berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan. Pemberian informasi dilakukan secara sistematis sehingga anggota-anggota keluarga itu bergerak dari tidak tahu ke tahu, dan dari tahu ke mau. Bila sarana untuk melaksanakan perilaku yang bersangkutan tersedia, diharapkan juga sampai tercapai fase mampu melaksanakan. Metode yang digunakan dapat berupa salah satu atau kombinasi dari: dialog, demonstrasi, diskusi kelompok terarah, dan bimbingan. Media komunikasi yang digunakan juga dapat berupa pilihan atau kombinasi dari: poster, lembar balik, gambar/foto, dan skema, atau media lain yang mudah digunakan dan dibawa.
2.      Pemberdayaan Masyarakat Umum
Gerakan pemberdayaan juga dapat dilakukan terhadap sekelompok individu anggota masyarakat, melalui upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat. Sasarannya dapat berupa orang dewasa, dapat juga murid-murid sekolah. Salah satu hasil dari upaya ini dapat berujud upaya-upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Bina Keluarga Balita (BKB), Warung Obat Desa (WOD), Panti Pemulihan Gizi, Saka Bhakti Husada (SBH), Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK), Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM), Taman Obat Keluarga (Toga), Dana Sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), dan lain-lain. Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu kelompok masyarakat tertentu untuk mengubah masalah yang dihadapi individu-individu menjadi masalah bersama. Setelah itu, lalu dirumuskan upaya bersama yang dapat dilaksanakan oleh kelompok untuk mengatasi masalah tersebut. (Wahyudin, Bambang. 2012).

5.      Mengembangkan Partisipasi di Tingkat Komunitas dan Permasalahannya

Permasalahan dalam mengembangkan partisipasi di masyarakat atau komunitas :.
1.   Keterlibatan masyarakat akan terjadi secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi, dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat mereka atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
2.   Partisipasi akan sulit terjadi apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau tidak mempunyai gagasan mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka tidak mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta hal-hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka. Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara pihak pemerintah dan masyarakat.
3.   Batasan dari wilayah kerja dapat menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas wilayah administratif atau batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan dibina dibatasi oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat yang akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan luas wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan pelibatan partisipasi masyarakat.
4.   Permasalah lain adalah berkaitan dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil masyarakat yang ditunjuk sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan sosial tidak mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat bahwa masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila perwakilan yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
5.   Adanya kesenjangan komunikasi antara perencana sosial dengan petugas lapangan yang mendapat tugas mengumpulkan informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk melibatkan masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan masyarakat lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
6.   Tidak terpenuhinya harapan juga turut menghambat adanya suatu partisipasi msyarakat, seperti tidak berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
7.   Permasalah lain yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-buang waktu saja. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan tenaga yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas organisasi yang tidak kecil.
8.   Ada konflik yang timbul antara kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan nasional. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat memandang bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama (Wibowo, Ari. 2012).

6.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara aktif yang berorentasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat . Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih aktif dan efisien, yaitu dalam hal sebagai berikut:
a. Aspek masukan atau input ( SDM, dana, sarana, data, rencana, dan  teknologi)
b. Aspek proses (pelaksanaan, menitoring, dan pengawasan)
c. Aspek keluar atau output ( pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi) (Anonim b, 2013)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program pemberdayaan. Faktor-faktor tersebut ada yang membantu dalam proses pelaksanaan dan ada juga yang justru menghambat proses pelaksanaan suatu program pemberdayaan. Ross (1967) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1.   Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2.   Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3.   Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, atau suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.


4.   Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5.   Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

Sedangkan menurut Holil (1980), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
1. Kepercayaan diri masyarakat
2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat
3. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat
4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri
5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat
6.   Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat
7. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha
8. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan
9.   Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat

Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:
1. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat ataupun antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya
2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan di masyarakat, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat
3. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial
4. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.















KESIMPULAN


Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kesadaran kritis warga komuniti merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan karena dengan adanya kesadaran kritis tersebut maka masyarakat dapat menilai baik buruknya suatu program pengembangan masyarakat yang akan dilaksanakan.
2.      Jika partisipasi masyarakat dapat berjalan dengan baik maka program-program pemberdayaan pun akan berjalan dengan baik karena pada dasarnya partisipasi adalah kunci dari pemberdayaan.
3.      Upaya pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran untuk dapat merubah aspek pengetahuannya, aspek sikapnya dan aspek ketrampilannya.
4.      Pemberdayaan masyarakat dengan kelompok sosial adalah lebih efisien daripada harus dilakukan perseorangan.
5.      Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan serta lamanya seseorang tinggal dalam suatu lingkungan.












DAFTAR PUSTAKA


Anonim a, 2013. Peningkatan Partisipasi aktif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. http://beranda.miti.or.id/peningkatan-partisipasi-aktif-dalam-program-pemberdayaan-masyarakat/html. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.

Anonim b, 2013. Pemberdayaan Masyarakat. http://repository.usu.ac.id/bitstream / 123456789/30568/5/Chapter%20I.pdf. Diakses pada tanggal 28 oktober 2013.

Firmansyah, 2009. Partisipasi Masyarakat. http://sacafirmansyah.wordpress.com/ 2009/06/05/partisipasi-masyarakat. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.

Holil, Soelaiman. 1980. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung.

Omika, Hefri Asra. 2012. http://infosos.wordpress.com. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Ross, Murray G., and B.W. Lappin. 1967. Community Organization: theory, principles and practice. Second Edition. NewYork: Harper & Row Publishers.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:PT Radja Grafindo.

Wahyudin, Bambang. 2012. Gerakan Pemberdayaan Masyarakat. http://bnnpsulsel. com/pencegahan/gerakan-pemberdayaan-masyarakat. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.


Wibowo, Ari. 2012. Perencanaan Partisipatif. http://staff.blog.ui.ac.id/ arif51/ 2010/ 05/03/perencanaan-partisipatif. Diakses pada tanggal 28 oktober 2013.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;