METODE-METODE PARTISIPATIF DALAM
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
( Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat )
Oleh :
Indah Ayu Dianti 1214131048
Iqbal Lazuardi P 1214131050
Julaily Eka Saputra 1214131052
Linda Soina F.H 1214131056
Riki Misgiantoro 1214131084
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
METODE-METODE PARTISIPATIF DALAM
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
1.
Pengantar
Menurut
Rogers, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil
keputusan, termasuk dalam perencanaan. Namun pada dasarnya Partisipasi berarti ikut serta, tetapi dalam bahasa kita
hampir tidak ada perbedaan antara kata tersebut sebagai kata kerja (to
participate) atau kata benda (participation).
Asngari
(2001: 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya
pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara
orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam
menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana
yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet
(2003: 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah
sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam
kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati
hasil-hasil pembangunan.
Alasan mengapa keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dikatakan penting
pada masa pembangunan sekarang, antara
lain :
1). Kita sedang berada dalam masa transisi dalam
pembangunan era
pertanian ke era industri
2). Terciptanya demokrasi dan keterbukaan dalam
kehidupan berbangsa
dan bernegara
3). Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup
dibawah garis
kemiskinan
4). Berkembangnya etos kerja yang negatif
5).
Masih terjadi pemisahan golongan antara kaum elite dan kaum
bawahan. (Joko, 2012)
Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi
sangat penting karena dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke
dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud
adalah :
a)
Tahapan penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan
Dalam tahap ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut
didasarkan ats gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri
atau diturunkan dari atas. Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri
karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada
saat itu maka peran aktif masyarakat akan lebih baik dan juga sebaliknya.
Jika masyarakat diikut libatkan di dalam proses perencanaan untuk
membangun daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat
merasa dihargai sebagai manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki
potensi dan kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam
melaksanakan, melestarikan program pembangunan tersebut.
b)
Tahap pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa
dihargai jika mereka diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya
dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa
dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu
keputusan secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan
untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan, mengembangkan setiap paket
program yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki tanggung jawab secara
penuh tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan demikian dalam
diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian
berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.
c)
Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode belajar orang dewasa. Tujuan
melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar masyarakat dapat
mengetahi secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga nantinya
mereka secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, serta melestarikan
program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk
menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar (komunikator atau
penyuluh). Sedangkan dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu
menilai sendiri dengan mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan apa yang
mereka lihat. Mereka diberi kebebasan untuk menilai sesuatu dengan apa yang ada
dibenaknya, pengalaman, kelebihaan, kelemahan, manfaat, hambatan dan faktor
pelancar dari program tersebut.
d)
Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang
diberikan secara merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam
menerapkan suatu program jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah
program tersebut akan memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya.
(Joko, 2012)
2.
Alternatif metode partisipatif untuk
pengembangan masyarakat
Habermas
(1990), membedakan tiga jenis ilmu dan pengetahuan berdasarkan kepentingan atau
fungsinya, yaitu: pertama, empiris analitis, adalah membangun hubungan-hubungan
kausal yang mendasar dalam kepentingan untuk mengontrol alam dengan kepentingan
teknis menghasilkan informasi yang akan menambah penguasaan teknis
manusia. Kedua, historis hermeneutis, adalah kebutuhan manusia dalam
melakukan komunikasi yang penuh pengertian yang ditujukan untuk kepentingan
praktis dan menghasilkan interpretasi yang memungkinkan suatu orientasi bagi
tindakan praktis manusia ke dalam kehidupan bersama; dan ketiga, sosial kritis ditujukan
untuk kepentingan emansipatoris yang menghasilkan analisis yang membebaskan
kesadaran manusia dari kungkungan dominasi kekuasaan dan struktural.
PAP sebagai
alternatif metode dalam pengembangan masyarakat yang memposisikan penguatan
modal sosial sebagai tujuan utama hendaknya ditempatkan ke dalam paradigma
historis-hermeneutis dan dalam beberapa kasus dapat mengarah kepada
sosial-kritis. Model penelitian aksi partisipatif (PAP) mulai banyak digunakan
oleh akademisi dan LSM di beberapa negara. Isu utama yang dikaji melalui metode
ini sebagian besar ditujukan untuk isu-isu organisasi petani miskin dan
masyarakat, pendidikan orang dewasa (andragogi) serta pemberdayaan masyarakat
miskin. Siklus PAP yang diawali dengan siklus sosial alamiah masyarakat secara
otomatis akan menggerakkan tubuh masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Grunig (dalam Cutlip et al, 2000) bahwa terdapat tiga faktor
yang menggerakan masyarakat untuk berubah dari status laten menjadi berstatus
aktif. Ketiga faktor itu adalah:
a)
Pengenalan
masalah menggambarkan taraf ketika orang sadar bahwa ada sesuatu yang hilang
atau keliru dalam sebuah situasi, dan dengan demikian tahu bahwa mereka
membutuhkan informasi.
b)
Pengenalan
akan hambatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka dibatasi
oleh faktor eksternal versus melihat bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan situasi itu. Jika orang berpendapat bahwa mereka dapat
melakukan perubahan atau memberi efek pada situasi masalah itu, mereka akan mencari
informasi untuk membuat rencana bertindak.
c)
Tingkat
keterlibatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka terlibat dan
dipengaruhi oleh sebuah situasi. Dengan kata lain, semakin mereka melihat diri
mereka terhubungkan dengan suatu situasi, semakin mungkin mereka
mengomunikasikannya.
Mengacu
pendapat Grunig tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek partisipasi masyarakat
merupakan hal penting dalam sebuah proses sosial. Partisipatif sebagai kata
kunci dalam PAP, merupakan prinsip utama dalam seluruh aktivitas membangunan
masyarakat dan diharapkan dapat menggerakkan masyarakat mulai dari awal proses
pembangunan sosial.
Pengalaman
empiris implementasi PAP di beberapa lokasi menggambarkan bahwa partisipasi
masyarakat semakin meningkat untuk senantiasa melakukan proses perbaikan
kondisi mereka, baik melalui mekanisme institusional maupun membangun trust,
nilai-nilai baru serta networking yang merupakan bagian dari modal sosial.
Implementasi PAP dalam pembangunan masyarakat yang dapat diamati adalah pada
penguatan kelembagaan masyarakat desa hutan dalam implementasi program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pemalang dan Randublatung. Masih
jarangnya publikasi penerapan PAP di Indonesia baik karena minimnya penggunaan
PAP atau hanya karena masalah teknis publikasi membuat korelasi positif
penerapan PAP terhadap penguatan modal sosial masih lemah dalam tataran
empiris.
3. Enviromental Sacanning (ES)
Menurut Hunger
dan Wheelen (2000:53-54) : Environtmental
scanning is monitoring, evaluating and disseminating of information from the
external and internal environment to key people within the corporation. A
corporation uses this tool to avoid strategic surprise and to ensure its long
term health.
Fahey dan Narayanan (dalam Morrison, 1992)
berpendapat bahwa environmental scanning
yang efektif seharusnya dapat membantu pembuat keputusan mengetahui perubahan
potensial yang terjadi di lingkungan eksternal mereka. Environmental scanning menyediakan penyelidikan strategik yang berguna dalam pemilihan keputusan strategi.
Konsekuensi dari aktivitas ini adalah bertambahnya pemahaman akan dampak
dari perubahan terhadap organisasi, membantu meramalkan, dan membawa harapan
perubahan yang baik dalam pembuatan keputusan.Dari
berbagai literatur yang ada, pada umumnya sebuah organisasi melakukan environmental scanning dengan tujuan
untuk :
a)
Memahami
perubahan kekuatan lingkungan, sehingga mereka mampu menempatkan diri dalam
persaingan masa mendatang.
b)
Menghindari
keterkejutan, identifikasi peluang dan ancaman, mencapai keunggulan kompetitif
dan mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
c)
Untuk
meningkatkan kesadaran para manajer tentang kemampuan potensial yang
berpengaruh penting pada lingkungan industrinya dan mengidentifikasi ada
tidaknya peluang dan ancaman di sekitar lingkungan.
d)
Untuk
menghindari keterkejutan strategi dan menjamin kesehatan jangka panjang
perusahaan.
Proses
analisis lingkungan external harus dilakukan dengan dasar yang berkelanjutan.
Proses ini meliputi empat kegiatan, yaitu :
a)
Scanning :
mengidentifikasi tanda-tanda awal perubahan lingkungan dan
tren.
b)
Monitoring :
menemukan arti melalui observasi secara terus-menerus
terhadap
perubahan lingkungan dan tren.
c)
Forecasting :
membuat proyeksi perkiraan hasil berdasarkan perubahan
dan tren yang dimonitor.
d)
Assessing :
menentukan waktu dan arti penting perubahan lingkungan dan
tren terhadap strategi dan manajemen
perusahaan.
4.
Logical Framework Approach (LFA).
Metode ini telah diadopsi oleh
banyak LSM dan lembaga donor dunia. Metode LFA dikembangkan oleh Leon J.
Rosenberg ketika dikontrak USAID pada tahun 1969. Practical Concepts, Inc. sebuah
perusahaan yang didirikan Rosenberg kemudian meluaskan penggunaan metode ini di
35 negara.
LFA secara meluas telah digunakan
oleh beberapa lembaga donor bilateral maupun multilateral seperti GTZ, SIDA,
NORAD, DFID, UNDP dan EC. Pada 1990an, metode ini yang seringkali disyaratkan
agar digunakan pada proposal-proposal program, akan tetapi, beberapa tahun
belakangan sudah lebih menjadi sebagai suatu pilihan.Sangat penting untuk
membedakan dua istilah ini: Logical Framework Approach (LFA) dan LogFrame (LF).
Kedua istilah ini terkadang membingungkan. LFA adalah metode desain proposal
proyek, sedangkan LF adalah dokumen.
Beberapa keunggulan Logical
Framework Approach:
1. Mewadahi pernyataan dari semua komponen kunci dari
suatu program. Ini sangat membantu khususnya saat ada pergantian staff dalam
program tersebut.
2. Dapat menjelaskan dan merunut secara logis bagaimana
kemungkinan program itu bisa dimplementasikan.
3. Membantu untuk mengenali skala prioritas capaian
program, serta memastikan jika input dan output program tidak saling
membingungkan antara satu dengan yang lain, dan mengidentifikasi
capaian-capaian diluar target yang sebelumnya tidak diketahui.
4. Menyediakan suatu dasar untuk melakukan monitoring dan
evaluasi dengan mengidentifikasi indikator-indikator kesuksesan, dan maksud
dari suatu perhitungan atau penaksiran (angka).
5. Menjelaskan hubungan-hubungan yang mendasari penilaian
terhadap efisiensi dan efektivitas program
6. Mengidentifikasi faktor utama terkait kesuksesan dari
sebuah program
7. Mendorong pendekatan multidispliner untuk persiapan
dan pengawasan dari suatu program. (nanang-publicity.blogspot.com)
5. Participatory Impact Monitoring (PIM)
PIM merupakan alat analisis baru untuk
mengelola suatu program, yang didesain untuk proyek-proyek dalam bentuk
kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi masyarakat. Peran
pendamping dalam metode PIM adalah memfasilitasi terwujudnya PIM dalam proyek
pengembangan masyarakat/ pengembangan komunitas. Prinsip pendekatan
Participatory Impact Monitoring harus ada kepercayaan dan keinginan timbal
balik untuk mengelola proyek dengan metode PIM Anggota masyarakat yang terlibat
dalam pelaksanaan PIM berkeinginan untuk menerima perubahan. - Pendamping harus
tegas dalam dukungan metodologi, dan diskusi harus dilakukan oleh kelompok
masyarakat itu sendiri.
6. Focus
Group Discussion (FGD)
Wawancara
kelompok dari sejumlah individu dengan status sosial relatif sama, yang
memfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh pendamping yang berperan sebagai moderator dalam kelompok
diskusi tersebut. Pendekatan FGD Partisipan atau peserta FGD dalam suatu
diskusi tidak lebih dari sepuluh orang dengan status sosial atau tingkat
jabatan formal yang relatif sama. Pemilihan partisipan atau peserta menjadi
sangat selektif dan tergantung dengan topik yang akan didiskusikan dan
keberhasilan pelaksanaan pengembangan masyarakat sangat tergantung pada peranan
pendamping sebagai moderator FGD.
Focus Group Discussion telah
digunakan dalam diskusi dari berbagai aspek media, mulai dari opera sabun
tayangan televisi program untuk anak sampai isu politik. Dalam aplikasinya,
peneliti menggunakan perangkat eksploratori untuk menghasilkan ide dan
bahan-bahan untuk pengumpulan data pada skala yang lebih besar dengan
menggunakan kuesioner. Bagaimana pun, penggunaan metode Focus Group
Discussion ini kemungkinan sangat berguna dalam mencapai tujuan studi yaitu
untuk mengoleksi data yang banyak yang dapat dianalisis dari perspektif
interpretative (David Giles, 2003: 39).
7.
Zielobjective Oriented Project Planning (ZOPP)
Perencanaan
partisipatif melalui metode ZOPP ini dilakukan dengan menggunakan empat alat
kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa. Ada empat alat kajian dalam rangka
mengkaji keadaan desa.
a.
Kajian permasalahan, dimaksudkan untuk menyidik masalah
masalah yang terkait dengan suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu
proyek pembangunan.
b.
Kajian tujuan, untuk meneliti tujuan-tujuanyang dapat dicapai
sebagai akibat dari pemecahan masalah masalah tersebut.
c.
Kajian alternatif (pilihan-pilihan), untuk menetapkan pendekatan
proyek yang paling member harapan untuk berhasil.
d.
Kajian peran, untuk mendata berbagai pihak (lembaga, kelompok
masyarakat, dan sebagainya) yang terkait dengan proyek selanjutnya mengkaji
kepentingan dan potensi.
Melalui
penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP bertujuan untuk mengembangkan
rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka logis.
Metode ZOPP,
dalam penerapannya dapat dikenali dari ciri ciri utamanya. Dibawah ini tertera
cirri ciri utama metode ZOPP:
a. Adanya
kerja kelompok, bahwa perencanaan dilakukan oleh semua pihak yang
terkait dengan proyek (mencirikan keterbukaan)
b. Adanya
peragaan, pada setiap tahap dalam perencanaan direkam secara serentak
dan lengkap serta dipaparkan agar semua pihak selalu mengetahui perkembangan
perencanaan secara jelas (mencirikan keterbukaan).
c. Adanya
kepemanduan, yakni kerjasama dalam penyusunan perencanaan diperlancar
oleh orang atau sekelompok orang yang tidak terkait dengan proyek, tetapi
membantu untuk mencapai mufakat (mencirikan kepemanduan).
Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan
dan pengalaman yang dikontribusikan oleh peserta. Beberapa prinsip dasar yang
penting dari metode ini adalah:
a)
Kerjasama
semua para pihak akan lebih lancer dan produktif jika semua yang terlihat telah
menyetujui tujuan bersama dan mengemukakannya secara jelas.
b)
Dalam
kerjasama pembangunan, pemecahan atau penghapusan masalah harus diatasi dari
akarnya-penyebabnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis masalah serta
sebab akibatnya. Dari situ dapat dilakukan dirumuskan tujuan yang lebih
realistis.
c)
Masalah dan
penyebabnya tidak berada dalam isolasi, tetapi terkait dengan orang, kelompok
dan organisasi. Oleh sebab itu, kita hanya bias berbicara tentang masalah jika
kita meiliki pemahaman dan gambaran yang komprehensif tentang kepentingan dari
kelompok, individu dan institusi yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Dita Febriyanti.
http://www.slideshare.net/adfebriyanti/ Diakses
pada 8
Oktober 2013
Anonim.
2012. http://ilmupadi19.blogspot.com/
Diakses
pada 8
Oktober 2013
Anonim.
2009. Logical Framework Approach dalam Penyusunan Program
http://fasilitator-masyarakat.org
Diakses pada 8 Oktober 2013
Cutlip, S.M., Center, A.H., Broom, G.M., 2000, Effective Public
Relations,
Eighth Edition, Prentice Hall International,
Inc.
Habermas, J., 1990, Ilmu dan Teknologi Sebagai Ideologi, LP3ES, Jakarta
Joko . 2012. Metode Pengembangan Partisipasi. http://kube-jamur.blogspot.com
Diakses
pada 8 Oktober 2013
Merybude. 2012 http://ungubudeku.blogspot.com/
Diakses pada 8 Oktober 2013