Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah pada Rabu sore sehingga kembali melanjutkan depresiasi menjadi Rp11.973 per dolar AS setelah sentimen bank sentral AS (the Fed) kembali menjadi perhatian pelaku pasar uang.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak melemah sebesar 91 poin menjadi Rp11.973 dibanding posisi sebelumnya (3/12) Rp11.882 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa masih terjaganya ekspektasi pengurangan stimulus (tappering off) the Fed mendorong mata uang AS melanjutkan penguatan terhadap mayoritas mata uang dunia.

"Dolar AS kembali menguat terhadap mayoritas mata uang dunia termasuk rupiah. Saat ini investor sedang mempertimbangkan sinyal menguatnya perekonomian AS sehingga bank sentral AS (the Fed) akan memangkas kebijakan stimulusnya," kata dia.

Ia mengemukakan bahwa sektor manufaktur AS berekspansi pada bulan November 2013, kemudian data AS selanjutnya yang akan dipublikasikan yakni tingkat pekerjaan diproyeksikan meningkat.

"Data AS akan menjadi penentu arah pergerakan mata uang rupiah selanjutnya," kata dia.

Menurut dia, belum jelasnya kebijakan the Fed itu mendorong mata uang dalam kategori "safe haven" lebih diincar pasar. Selain dolar AS, mata uang yen Jepang dinilai juga cukup postif menjaga nilai.

Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menambahkan bahwa laju rupiah semakin tertahan dengan munculnya kembali sentimen "tappering off".

Selain itu, lanjut dia, mulai adanya spekulasi akan meningkatnya kebutuhan dolar AS menjelang akhir tahun untuk pembayaran utang pemerintah maupun swasta membuat nilai tukar domestik semakin tertekan.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa Bank Indonesia akan melakukan intervensi agar mata uang domestik tidak terus tertekan lebih dalam.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Rabu ini, tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp11.960 dibanding sebelumnya (3/12) di posisi Rp11.830 per dolar AS.