PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI WARGA KOMUNITAS
(
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat )
Oleh
:
Indah
Ayu Dianti 1214131048
Iqbal
Lazuardi P 1214131050
Julaily
Eka Saputra 1214131052
Linda
Soina F.H 1214131056
Riki
Misgiantoro 1214131084
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI WARGA KOMUNITAS
1.
Membangun Kesadaran Kritis Warga
Komuniti
Istilah
community atau yang disebut komunitas dapat di terjemahkan sebagai “masyarakat
setempat”, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah kota, suku, atau
suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok besar
atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa dan saling berinteraksi satu sama
lain sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama secara bersama, maka kelompok tersebut
dapat disebut masyarakat setempat.
Intinya mereka menjalin hubungan sosial atau social relationship (Soekanto,
soerjono.1990).
Pengertian
diatas menunjukkan bahwa komunitas adalah masyarakat setempat. Oleh karena itu
membangun kesadaran kritis warga komuniti merupakan hal yang penting dan perlu
diperhatikan karena dengan adanya kesadaran kritis tersebut maka masyarakat
dapat menilai baik buruknya suatu program pengembangan masyarakat yang akan
dilaksanakan di daerah atau tempat masyarakat tersebut. Dengan adanya kesadaran
kritis yang baik maka akan memunculkan suatu sikap partisipatif yang lebih
besar dari masyarakat tersebut sehingga suatu program pengembangan masyarakat
akan lebih mudah diterapkan.
2.
Pemberdayaan dan Partisipasi
Partisipasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” yaitu pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith
Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada
pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi
tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya
partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu
kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi dimaksudkan untuk menjamin
setiap kebijakan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi masyarakat
(Firmansyah, 2009).
Partisipasi
dan pemberdayaan merupakan kedua hal yang saling terkait satu sama lain dalam
suatu program pengembangun masyarakat. Jika partisipasi masyarakat dapat
berjalan dengan baik maka program-program pemberdayaan pun akan berjalan dengan
baik karena pada dasarnya partisipasi adalah kunci dari pemberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat
merupakan langkah mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
nasional dengan melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, keterampilan
analitis dan perencanaan pembangunan, yang dimulai dari daerah tempat
mereka tinggal. Pemberdayaan yang baik
melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Pendekatan kepada masyarakat yang
dilakukan untuk menginisiasi program pemberdayaan masyarakat haruslah
disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Hal yang harus disesuaikan antara lain
mencakup komoditas utama yang ada pada daerah target pemberdayaan, serta
penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang sesuai. Kesesuaian
dengan kondisi daerah, baik sesuai dengan kebutuhan maupun dengan keunggulan
dari masing-masing daerah adalah sangatlah penting untuk menciptakan program
pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan.
Namun, yang terjadi saat ini
adalah timbulnya beberapa permasalahan yang disebabkan karena kurangnya
partisipasi masyarakat dalam program yang akan dijalankan. Banyak program yang
seolah-olah berasal dari “atas” dan masyarakat hanya tinggal melaksanakan.
Selain itu, proses penentuan kebutuhan atau “need assesment” hanya dilakukan
berdasarkan data sekunder, tanpa mengetahui kondisi
sebenarnya yang seharusnya dilakukan melalui riset lapangan atau wawancara
kepada masyarakat sekitar. Sehingga menyebabkan timbulnya kesenjangan antara
peneliti, pemrakarsa dan pelaksana program. Dan akibatnya program yang harusnya
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui keikutsertaan dan partisipasi
tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Berkaitan dengan penerapan
teknologi ramah lingkungan dan tepat guna, sangat penting untuk mendapat
perhatian lebih lanjut. Pengenalan kondisi masyarakat dan kebutuhannya dapat
dilakukan dengan cara mengunjungi langsung wilayah yang akan diberdayakan,
mencari tahu permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat dengan wawancara
atau berdiskusi dengan masyarakat setempat. Selain itu alangkah baiknya jika
melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, mulai dari survey awal sampai
perencanaan dan pengorganisasian kegiatan program. Dengan demikian, selain
program yang dijalankan akan lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan juga
akan meningkatkan kemampuan analitis dan perencanaan program oleh masyarakat.
Serta, secara bertahap ketergantungan pada pihak luar di masa yang akan datang
dapat dikurangi (Anonim a, 2013).
3.
Upaya-upaya Pemberdayaan
Gerakan
pemberdayaan (empowerment) atau yang biasa disebut upaya pemberdayaan adalah
proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan), dari tahu
menjadi mau (aspek sikap), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek ketrampilan).
Gerakan
pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan
masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat kesehatannya.
Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian
masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang
dimiliki untuk mencapai kemajuan. Dalam melaksanakan gerakan pemberdayaan
masyarakat perlu memperhatikan kondisi, situasi, khususnya mengenai sosial
budaya masyarakat setempat serta karateristik masyarakat setempat yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a)
Masyarakat pembina
(Caring Community)
Yaitu masyarakat yang peduli akan
pengembangan masyarakat misalnya LSM dan
sebagainya.
b) Masyarakat setara (Coping Community)
Yaitu masyarakat yang karena
kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat menjalankan ilmu yang diterima
dari pengembangan masyarakat. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya
memeriksakan kehamilan, tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak adanya
transportasi ibu tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan.
c) Masyarakat pemula (Crisis Response
Community)
Yaitu masyarakat yang tidak tahu
akan pentingnya pengembangan masyarakat dan belum didukung oleh fasilitas yang
tersedia. Misalnya masyarakat dilingkungan kumuh dan daerah terpencil
Cara
pendekatan gerakan pemberdayaan masyarakat terbagi dua :
a)
Makro:
1) Membangun komitmen disetiap jenjang
2)
Mengembangkan masyarakat (critical mass)
3) Menyediakan petujuk pelaksnaan dan
biaya operasional
4) Monitoring dan evaluasi serta
koordinasi
b)
Mikro :
1) Menggali potensi yang belum disadari
masyarakat. Potensi dapat muncul dari adanya kebutuhan masyarakat yang
diperoleh melalui pengarahan, pemberian masukan, dialog, kerjasama dan
pendelegasian.
2) Membuat model model percontohan dan
prototipe pengembangan masyarakat, seperti menerapkan pendekatan edukatif dan
manajemen
3) Beberapa tolok ukur keberhasilan
gerakan masyarakat dapat disebutkan antara lain : peningkatan perilaku hidup
bersih dan sehat, peningkatan kampanye kesehatan oleh masyarakat dan
peningkatan dana sehat /JPKM (Wahyudin, Bambang. 2012).
4.
Kelompok Sosial sebagai Media
Pemberdayaan
Kelompok-kelompok
sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling
berinteraksi. Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan sebagai
kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok memiliki
kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada kesamaan faktor yang dimiliki
anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan antara mereka bartambah erat.
Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain
a)
Persamaan nasib
b)
Persamaan kepentingan
c)
Persamaan tujuan
d)
Persamaan ideologi politik
e) Persamaan musuh (Omika, Hefri Asra.
2012).
Dari
penjelasan diatas dapat terlihat bahwa pemberdayaan masyarakat dengan kelompok
sosial adalah lebih efisien daripada harus dilakukan perseorangan. Hal ini
dikarenakan kelompok sosial memiliki kekerabatan yang lebih erat dan
kesamaan-kesamaan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah
diterapkan, karena masing-masing anggota kelompok dapat saling mempengaruhi
satu sama lain.
Contoh kelompok sosial sebagai media
pemberdayaan:
1. Pemberdayaan Keluarga
Tujuan dilakukannya pemberdayaan pada
keluarga adalah untuk memperkenalkan perilaku baru (yang mungkin sebagai
pengganti dari perilaku yang selama ini dipraktikkan keluarga tersebut).
Misalnya dalam bidang kesehatan yaitu petugas memberitahu mengonsumsi garam
beryodium, memelihara taman obat keluarga,menguras bak mandi, dan mengonsumsi
makanan berserat.
Pada saat kunjungan rumah ini semua
anggota keluarga dikumpulkan dan diberikan informasi berkaitan dengan perilaku
yang diperkenalkan. Pemberian informasi dilakukan secara sistematis sehingga
anggota-anggota keluarga itu bergerak dari tidak tahu ke tahu, dan dari tahu ke
mau. Bila sarana untuk melaksanakan perilaku yang bersangkutan tersedia,
diharapkan juga sampai tercapai fase mampu melaksanakan. Metode yang digunakan
dapat berupa salah satu atau kombinasi dari: dialog, demonstrasi, diskusi
kelompok terarah, dan bimbingan. Media komunikasi yang digunakan juga dapat
berupa pilihan atau kombinasi dari: poster, lembar balik, gambar/foto, dan
skema, atau media lain yang mudah digunakan dan dibawa.
2. Pemberdayaan Masyarakat Umum
Gerakan
pemberdayaan juga dapat dilakukan terhadap sekelompok individu anggota
masyarakat, melalui upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat. Sasarannya
dapat berupa orang dewasa, dapat juga murid-murid sekolah. Salah satu hasil
dari upaya ini dapat berujud upaya-upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Bina Keluarga Balita (BKB), Warung
Obat Desa (WOD), Panti Pemulihan Gizi, Saka Bhakti Husada (SBH), Kelompok
Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan, Pos Upaya
Kesehatan Kerja (Pos UKK), Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM),
Taman Obat Keluarga (Toga), Dana Sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), dan
lain-lain. Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu
kelompok masyarakat tertentu untuk mengubah masalah yang dihadapi
individu-individu menjadi masalah bersama. Setelah itu, lalu dirumuskan upaya
bersama yang dapat dilaksanakan oleh kelompok untuk mengatasi masalah tersebut.
(Wahyudin, Bambang. 2012).
5. Mengembangkan
Partisipasi di Tingkat Komunitas dan Permasalahannya
Permasalahan
dalam mengembangkan partisipasi di masyarakat atau komunitas :.
1. Keterlibatan masyarakat akan terjadi
secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi, dan kegiatan
pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal
ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena
masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat
mereka atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
2. Partisipasi akan sulit terjadi
apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau tidak mempunyai gagasan
mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka tidak
mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta
hal-hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan
kebutuhan mereka. Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara
pihak pemerintah dan masyarakat.
3. Batasan dari wilayah kerja dapat
menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas wilayah administratif atau
batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan dibina dibatasi
oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat yang
akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan
luas wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan
pelibatan partisipasi masyarakat.
4. Permasalah lain adalah berkaitan
dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil masyarakat yang ditunjuk
sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan sosial tidak
mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat bahwa
masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila
perwakilan yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
5. Adanya kesenjangan komunikasi antara
perencana sosial dengan petugas lapangan yang mendapat tugas mengumpulkan
informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk melibatkan
masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan masyarakat
lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
6. Tidak terpenuhinya harapan juga
turut menghambat adanya suatu partisipasi msyarakat, seperti tidak
berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi
yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan
tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
7. Permasalah lain yang berkaitan
dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan bahwa perencanaan
partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-buang waktu
saja. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena
melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan
tenaga yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas
organisasi yang tidak kecil.
8. Ada konflik yang timbul antara
kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan nasional. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat memandang
bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah
daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama (Wibowo, Ari.
2012).
6.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi
Partisipasi
masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara aktif
yang berorentasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam
masyarakat . Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih aktif dan efisien,
yaitu dalam hal sebagai berikut:
a. Aspek masukan atau input ( SDM, dana, sarana, data,
rencana, dan teknologi)
b. Aspek proses (pelaksanaan, menitoring, dan
pengawasan)
c. Aspek keluar atau output ( pencapaian sasaran,
efektivitas dan efisiensi) (Anonim b, 2013)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam suatu program pemberdayaan. Faktor-faktor tersebut ada yang
membantu dalam proses pelaksanaan dan ada juga yang justru menghambat proses
pelaksanaan suatu program pemberdayaan. Ross (1967) mengatakan partisipasi yang
tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1.
Usia
Faktor
usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
2.
Jenis kelamin
Nilai
yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada
dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak
masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan
tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya
gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3.
Pendidikan
Dikatakan
sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap
dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, atau suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4.
Pekerjaan dan penghasilan
Hal
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk dapat
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
5.
Lamanya tinggal
Lamanya
seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi
dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin
lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap
lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam
setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Holil (1980), unsur-unsur dasar
partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
1. Kepercayaan diri masyarakat
2. Solidaritas dan integritas sosial
masyarakat
3. Tanggungjawab sosial dan komitmen
masyarakat
4. Kemauan dan kemampuan untuk
mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri
5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa
perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat
6.
Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam
lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan
umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian
kecil dari masyarakat
7. Organisasi, keputusan rasional dan
efisiensi usaha
8. Musyawarah untuk mufakat dalam
pengambilan keputusan
9.
Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah,
kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu
program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980) ada
4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari
luar/lingkungan, yaitu:
1. Komunikasi yang intensif antara
sesama warga masyarakat ataupun antara warga masyarakat dengan pimpinannya
serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya
2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan
budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan di masyarakat, permainan,
sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong
tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat
3. Kesempatan untuk berpartisipasi.
Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan
norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial
4. Kebebasan untuk berprakarsa dan
berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik,
sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya
prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kesadaran kritis warga komuniti merupakan hal yang penting
dan perlu diperhatikan karena dengan adanya kesadaran kritis tersebut maka
masyarakat dapat menilai baik buruknya suatu program pengembangan masyarakat
yang akan dilaksanakan.
2. Jika partisipasi masyarakat dapat
berjalan dengan baik maka program-program pemberdayaan pun akan berjalan dengan
baik karena pada dasarnya partisipasi adalah kunci dari pemberdayaan.
3.
Upaya pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara
terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran untuk dapat merubah aspek pengetahuannya, aspek sikapnya dan
aspek ketrampilannya.
4.
Pemberdayaan masyarakat dengan kelompok sosial adalah lebih
efisien daripada harus dilakukan perseorangan.
5.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan
serta lamanya seseorang tinggal dalam suatu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a, 2013. Peningkatan
Partisipasi aktif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. http://beranda.miti.or.id/peningkatan-partisipasi-aktif-dalam-program-pemberdayaan-masyarakat/html. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.
Anonim b, 2013. Pemberdayaan
Masyarakat. http://repository.usu.ac.id/bitstream
/ 123456789/30568/5/Chapter%20I.pdf.
Diakses pada tanggal 28 oktober 2013.
Firmansyah, 2009. Partisipasi Masyarakat.
http://sacafirmansyah.wordpress.com/
2009/06/05/partisipasi-masyarakat. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.
Holil,
Soelaiman. 1980. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.
Bandung.
Ross,
Murray G., and B.W. Lappin. 1967. Community Organization: theory,
principles and practice. Second Edition. NewYork: Harper & Row
Publishers.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta:PT Radja Grafindo.
Wahyudin, Bambang. 2012. Gerakan Pemberdayaan
Masyarakat. http://bnnpsulsel.
com/pencegahan/gerakan-pemberdayaan-masyarakat. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.
Wibowo, Ari. 2012. Perencanaan Partisipatif. http://staff.blog.ui.ac.id/
arif51/ 2010/ 05/03/perencanaan-partisipatif. Diakses pada tanggal 28 oktober
2013.